Sejak tahun 2018 Indonesia telah mencanangkan sebuah wacana positif Making Indonesia 4.0. Sepertinya inilah usaha cemerlang untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Apalagi pasca pengenalan sistem Society 5.0 oleh Jepang dalam The Fifth Science and Technology Basic Plan mereka. Kira-kira apa saja yang harus dipertimbangkan oleh Indonesia untuk semakin memperkuat upaya pembangunan masa kini?
Oke, di tulisan kali ini aku nggak akan terlalu panjang lebar membahas tentang apa hubungan Industry 4.0 dan Society 5.0 yang marak digaungkan. Karena sepertinya sudah banyak sekali informasi yang beredar dan siap dicerna oleh para wise reader sekalian. Jadi, mari kita langsung to the point aja yuk!
Sebelum kita mulai, coba perhatikan grafik berikut.
Hasil survei tersebut, perusahaan-perusahaan di Indonesia menempatkan 34 % pada perlindungan data, 35 % memperbarui teknologi, sedangkan untuk berinvestasi di R&D dan melindungi hak kekayaan intelektual (HAKI) ada pada 20 dan 19 %. Artinya, sejak sebelum survei tersebut dilakukan di 2016, rata-rata perusahaan di Indonesia memutuskan untuk menjadikan pembaruan teknologi sebagai puncak klasemen kebutuhan dan hal yang wajib didahulukan. Ironisnya, berinvestasi untuk R&D dan perlindungan HAKI menjadi nomor terakhir. Padahal, jika kita ingin mencoba berpikir logis, dari mana kita bisa memperbarui teknologi jika R&D dinomor sekiankan, dan hasil R&D tersebut tidak disegerakan untuk diurus HAKI-nya?
Lagi-lagi kita harus dipaksa untuk menduga-duga, dari mana teknologi yang digunakan untuk pembaruan sistem jika tidak berasal dari R&D dan HAKI milik sendiri? Impor kah? Tak perlu dijawab, yang pasti urusan kita sekarang harusnya mencari solusi agar dugaan kita tidak terjadi lebih lama lagi.
Hampir 100 % industri-industri yang dikembangkan di dunia bergantung pada ketersediaan bahan serta kecermatan dalam mengolah bahan-bahan menjadi Teknologi Material setengah jadi maupun produk advance. Sektor-sektor industri tekstil, sepatu, kendaraan bermotor, elektronika dan komputer, alat berat, kemasan, kosmetik, infrastruktur jalan, jembatan, konstruksi bangunan, dan masih banyak lagi, semuanya memerlukan keberadaan Teknologi Material.
Syukurlah, sejak pencanangan Making Indonesia 4.0 sepertinya Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin RI) telah cukup paham tentang hal ini. Sehingga memasukkan beberapa diksi tentang Material di dalam perencanaannya.
Pada food and beverage, terdapat rencana untuk menjadi pionir produsen kemasan makanan, selanjutnya untuk textile and apparel tertera jelas bahwa Indonesia ingin membangun ekosistem produksi material berkualitas. Di bidang manufaktur yang dimaksud dalam perencanaan automation pun secara tersurat menginginkan agar Indonesia berdikari dalam urusan bahan mentah (raw material) dan komponen-komponen penting, begitu pula pada bidang chemical. Yang tak kalah penting, di sektor electronics, meski tak ada pembahasan tertulis tentang bahan/material, jelas sekali bahwa advanced manufacturing capabilities tidak akan pernah bisa dicapai jika pengetahuan tentang Teknologi Material tidak dimiliki.
Wise reader sekalian pernah mendengar tentang Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC)? Saat ini TSMC menjadi the world’s 10th most valuable company sekaligus pelopor dalam industri semikonduktor. Industri penopang teknologi elektronika dan komputer melalui produksi microchip dan integrated circuit (IC) yang tersemat di ponsel pintar (smartphone), laptop, dan berbagai alat-alat penunjang dunia digital lainnya. TSMC besar di industri tersebut karena ditopang oleh R&D Teknologi Material yang mumpuni. Analoginya begini, dalam teknologi semikonduktor, bagaimana bisa perusahaan melakukan produksi silicon wafer jika tidak memahami sifat mekanik bahan dan seluk beluknya? Itulah contoh sederhananya.
Jadi, masih berpikir dua kali untuk belajar dan mendalami bidang tua nan futuristik ini? Teknologi Material bukan menjadi sesuatu yang bisa dijadikan supporting system jika sebuah bangsa ingin memajukan industrinya. Karena perkembangan Teknologi Material akan selalu bisa menjadi landasan utama dan alasan kuat untuk terciptanya sebuah lonjakan teknologi baru di masa depan. Karena tanpa pengembangan Teknologi Material, sebuah sistem mekanika dalam permesinan tidak akan bisa diwujudkan. Dan jika kita menilik kembali sejarah revolusi industri di Eropa, industri tidak akan bisa berkembang pesat tanpa adanya penemuan mesin-mesin untuk mempermudah kerja manusia.
And there is no engineering without materials.
Ayo Indonesia, generasi muda kalian harus bisa menguasai Teknologi Material jika bonus demografi kali ini tak ingin sia-sia begitu saja! Masih semangat menyongsong Indonesia Emas 2045 kan?