Menjangkau Pemilu LN Indonesia di Entitas Politik Tanpa Wilayah Yurisdiksi

Pendahuluan
Sebelum mengawali tulisan kali ini, ada baiknya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang membawa pencapaian kami sampai sejauh ini. Karena pada dasarnya keberhasilan Pemilihan Umum Republik Indonesia (Pemilu RI) di Taiwan tak akan bisa tercapai tanpa adanya peran serta dari Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Taipei yang merupakan perpanjangan tangan langsung dari Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) melalui POKJA Pemilu Luar Negeri, Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (BAWASLU RI) selaku otoritas tertinggi dari kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh PANWASLU LN di Taiwan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Pemerintah Taiwan, Kepolisian Taiwan, beserta seluruh peserta Pemilu dan WNI selaku pemilih, yang turut berperan aktif dalam rangkaian persiapan, hari pelaksanaan, hingga pasca pesta demokrasi akbar lima tahunan milik rakyat Indonesia.

Terkait dengan keanggotaan PANWASLU LN Taipei, menurut keterangan dari Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei (KDEI Taipei) periode Juli 2016 – Agustus 2018, bapak Robert James Bintaryo, “anda bertiga diberikan rekomendasi, amanah, selain berdasarkan mekanisme pendaftaran, KDEI Taipei juga melakukan screening persebaran kelompok keterwakilan, agar nantinya proses pengawasan Pemilu RI di Taiwan bisa berjalan lancar melalui tiga pasang mata dari perwakilan golongan-golongan yang berbeda,” terang beliau saat agenda pengenalan anggota resmi pasca pelantikan dan pemaparan agenda-agenda PANWASLU LN Taipei pada tanggal 19 Mei 2018 di KDEI Taipei.

Tim inti dari PANWASLU LN Taipei terdiri atas tiga orang anggota dari tiga golongan diaspora Indonesia yang berbeda di Taiwan, yaitu Rahmandhika Firdauzha Hary Hernandha (mahasiswa Ph.D. di National Chiao Tung University, Taiwan) sebagai ketua merangkap anggota bagian Pengelola Sumber Daya Manusia; Farini Anwar (awak media, koordinator untuk berita berbahasa Indonesia di Radio Taiwan International) sebagai anggota yang bertanggung jawab pada bagian Hubungan Masyarakat dan Sosialisasi; dan Immanuel Amran Purwata (rohaniwan dan wiraswasta) sebagai anggota yang bertanggung jawab pada bagian Hukum dan Pengaduan Laporan/Dugaan Pelanggaran. Pembagian ranah kerja tersebut telah sesuai dengan rekomendasi yang tertulis dalam notulensi kami, dari agenda Pembekalan dan Bimbingan Teknis bersama “sembilan negara zona rawan” oleh BAWASLU RI yang diadakan di Bogor pada 14-16 November 2018. Beruntungnya, struktur keanggotaan PANWASLU LN Taipei untuk Pemilu RI tahun 2019 bisa dibilang adalah paket lengkap. Pasalnya, Farini telah berpengalaman sebagai PPLN dan PANWASLU LN di dua periode Pemilu sebelumnya, lalu Amran merupakan anggota PPLN pada pemilu tahun 2014, sedangkan Rahmandhika adalah Sekretaris Jenderal PPI Taiwan periode 2017/2018 dan Ketua Pembina Yayasan Pendidikan PPI Taiwan sejak tahun 2018, yang secara menyeluruh mengetahui kondisi general dari ribuan mahasiswa Indonesia di Taiwan. Jadi jelas, berbagai pengalaman dalam memetakan kondisi kekinian serta perencanaan untuk mengatasi kendala pelaksanaan Pemilu di Taiwan berhasil menjadi acuan dasar yang rigid, baik dari sudut pandang pengawasan, penyelenggaraan, maupun obyek pemilih pemula.

Perkenalan dan Rapat Koordinasi perdana anggota PANWASLU LN Taipei dengan Kepala KDEI Taipei (dari kiri: Amran, Rahmandhika, Robert James Bintaryo/Kepala KDEI Taipei, Mulyansari/Kepala Sekretariat PANWASLU LN, Khadijah Poniman)

Pendataan dan Penetapan Daftar Pemilih
Anggota PANWASLU LN Taipei dilantik di Tokyo pada 27 April 2018 bersama dengan anggota PANWASLU LN untuk wilayah kerja Tokyo, Osaka, dan Seoul. Ada hal ganjil yang pada saat itu mengganggu pikiran kami, yaitu momentum di mana pelantikan PANWASLU LN dilaksanakan pasca pelantikan PPLN oleh KPU RI dan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) oleh PPLN, terlebih lagi proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh Pantarlih sedang berlangsung. Padahal secara hukum, sesuai Undang-undang RI nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pasal 111 poin a.1 secara jelas menerangkan bahwa,

Panwaslu LN bertugas mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu di luar negeri, yang terdiri atas: pemutakhiran data pemilih, penetapan daftar pemilih sementara, hasil perbaikan daftar pemilih, dan daftar pemilih tetap.

Ditambah lagi dengan ketentuan dari Perbawaslu RI nomor 17 tahun 2018 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemilihan Umum di Luar Negeri, pasal 3 ayat (1), poin a-c yang berbunyi:

Panwaslu LN berwenang untuk mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu di luar negeri, yang terdiri atas: a. pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri; b. pembentukan penyelenggara pemilu di luar negeri; c. pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih.

Dua aturan tersebut secara tidak langsung menjadi pembenar bahwa ada kondisi yang tidak ideal di dalam proses pembentukan PANWASLU LN yang lebih lambat dibandingkan dengan pembentukan penyelenggara pemilu di luar negeri. Sehingga, sejak awal bisa jadi keterlambatan dalam mendeteksi permasalahan pada tahap pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih yang dilakukan oleh PPLN melalui Pantarlih terjadi akibat kondisi tak ideal ini.

Selain itu, untuk wilayah kerja Taiwan, bisa dibilang kinerja dari Pantarlih sangat tidak optimal. Hal ini disebabkan karena beban kerja yang tidak manusiawi, jika dibandingkan dengan kondisi lapangan yang ada. Kami menyebutnya tidak manusiawi karena pada dasarnya jumlah 60 orang pantarlih untuk melakukan pemutakhiran data pemilih untuk estimasi jumlah WNI di Taiwan yang berjumlah lebih dari 277.000 jiwa, dalam waktu 30 hari (17 April – 17 Mei 2018) adalah mission impossible. Lalu, bagaimana cara PANWASLU LN mengawasi kinerja Pantarlih jika pada dasarnya kondisi sudah tidak ideal sejak awal? Inilah permasalahan kedua yang menjadi hal ganjil saat melaksanakan proses pengawasan pada tahapan awal Pemilu LN di Taiwan. Belum lagi, entah bagaimana prosesnya ternyata data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu Luar Negeri (DP4LN) yang didapatkan oleh PPLN Taipei dari POKJA Pemilu LN menjadi data–yang bisa dibilang–sama sekali tidak bisa dijadikan landasan proses coklit oleh Pantarlih. Menghadapi hal tidak ideal berikutnya, PANWASLU LN Taipei pada akhirnya merekomendasikan kepada PPLN Taipei (pasca rapat koordinasi perdana) untuk melakukan proses coklit sesuai dengan timeline yang ditentukan oleh KPU RI meski kondisinya serba mengalami keterbatasan. Sebenarnya rekomendasi ini sifatnya umum, tapi mau tidak mau, karena kondisi ini adalah efek domino dari keterlambatan pembentukan PANWASLU LN dibandingkan dengan mulainya proses tahapan awal pemilu. Sehingga kegiatan menganalisis, merapatkan, dan mengeluarkan rekomendasi pada proses pemutakhiran data pemilih yang kami lakukan hanyalah sebatas hal-hal umum saja.

Hasil tangkapan layar siaran Metro TV dalam suasana Rapat Pleno terbuka penentuan DPTHP-2 di Hotel Borobudur, Jakarta pada 15 November 2018

Permasalahan terkait daftar pemilih di Taiwan tidak berhenti di situ saja, pasalnya hal ini terkoneksi langsung dengan sirkulasi keluar-masuknya WNI baik dari Indonesia ke Taiwan maupun sebaliknya. Bahkan hingga 16 Desember 2018, pasca penetapan penundaan DPT saat Rapat Pleno terbuka penentuan Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan ke-2 (DPTHP-2) di Hotel Borobudur, Jakarta, bisa dibilang jumlah DPTLN untuk Taiwan belum bisa sepenuhnya ditetapkan. Meski akhirnya, jumlah ‘sedapatnya’ tersebut sudah harus dikirimkan kepada POKJA Pemilu LN untuk pemetaan jumlah logistik yang harus didistribusikan.

Untuk menghadapi kondisi urgent tersebut, alhasil, rapat koordinasi kembali dilaksanakan oleh PPLN dan PANWASLU LN Taipei di awal tahun 2019. Disertai dengan konsultasi intensif antara PANWASLU LN Taipei dengan BAWASLU RI, akhirnya output dari rapat koordinasi tersebut menghasilkan rekomendasi bahwa pembukaan pendaftaran DPTLN Taipei tetap mengikuti arahan dari pusat, akan tetapi untuk penambahan jumlah DPT nantinya akan disiasati melalui pendataan DPTbLN dan DPKLN. Anggapan ‘disiasati’ ini sebenarnya hanyalah upaya untuk melindungi hak pilih WNI yang ada di Taiwan, terutama yang memang baru masuk ke Taiwan pada bulan-bulan awal di tahun 2019, dan belum terdata sebagai DPTLN di wilayah Taiwan. Hal itu berlaku baik WNI yang memiliki tujuan untuk melanjutkan studi maupun bekerja. Perlu kita ketahui bersama, menurut pernyataan yang kami peroleh melalui KDEI Taipei bahwa sirkulasi keluar-masuknya WNI di Taiwan setiap bulannya bisa jadi mencapai 9000 s/d 10000 jiwa. Tentunya fenomena tersebut juga bisa berdampak sangat besar bagi kinerja PPLN Taipei. Karena bisa jadi, jika kita lakukan analisis lebih jauh, akan ada kondisi di mana data WNI yang telah dihimpun oleh Pantarlih di awal proses pendataan pada bulan April-Mei 2018, serta pendataan online yang dibuka oleh PPLN Taipei dari April-Desember 2019 tidak lagi bisa dikatakan valid. Sebab, bisa jadi siapa saja yang telah didata sebelumnya justru sudah pulang pada bulan-bulan berikutnya, dan digantikan oleh WNI lain yang belum terdata, atau adanya kondisi perpindahan alamat yang belum sempat dilaporkan. Di mana puncak permasalahan ini muncul pada proses pengiriman surat suara pos, sehingga banyak sekali surat suara yang salah alamat, kembali ke sekretariat PPLN Taipei (return to sender), maupun harus diambil mandiri oleh WNI yang bersangkutan di alamat sebelumnya.

Sosialisasi dan Kampanye
Proses sosialisasi pemilu yang berlangsung dari bulan Mei 2018-April 2019 bisa dibilang relatif lancar. Dari 34 titik calon TPSLN, hingga titik-titik potensial lain termasuk wilayah luar pulau utama Taiwan: pulau Penghu dan Kinmen, berhasil dijangkau oleh PPLN dan PANWASLU LN Taipei secara bekerjasama. Permasalahan lainnya timbul pada proses kampanye, di mana dalam hal ini PANWASLU LN Taipei menghadapi kendala yang tak biasa. Kegiatan-kegiatan potensi pelanggaran curi start kampanye, hingga pelibatan ASN dalam kampanye, meski telah berhasil kami halau secara preventif melalui surat edaran, peringatan, hingga teguran, nyatanya tetap saja tidak memberikan efek jera kepada para pelakunya. Jika PANWASLU LN di negara-negara lain memiliki wilayah yurisdiksi yang jelas untuk menindak para pelanggar hal serupa, di Taiwan, bahkan sekretariat KDEI Taipei pun secara de jure bukan merupakan wilayah hukum Indonesia. Alhasil, segala upaya penindakan yang kami lakukan kepada para pelanggar dalam proses kampanye, termasuk di dalamnya kasus “kampanye terselubung” pada agenda Tabligh Akbar di kota Kaohsiung, oleh calon legislatif dari salah satu partai yang juga merupakan staf dari Kementerian Ketenagakerjaan RI, hanya berakhir pada pelaporan melalui Formulir Model A (kelanjutan dari surat bernomor 049/Panwaslu LN Taipei/12/2018), tanpa bisa diusut secara tuntas karena memang terbatas wilayah yurisdiksi. Dalam hal ini PANWASLU LN Taipei selain berkoordinasi dengan BAWASLU RI, kami juga selalu berdiskusi dengan Kepala KDEI Taipei, bapak Didi Sumedi, sebagai pemegang otoritas pemerintah Indonesia di Taiwan, terkait keterbatasan wilayah yurisdiksi ini. Akan tetapi memang sampai berakhirnya proses pemilu pun hasilnya nihil, belum ada solusi konkret untuk menanggulangi permasalahan ketiadaan yurisdiksi ini.

Proses Pemilihan, Penghitungan dan Rekapitulasi Suara
Pada serangkaian proses ini, tidak ditemukan hambatan dan kendala yang berarti di Taiwan. Karena pada dasarnya seluruh pihak selain PANWASLU LN, baik PPLN, KPPSLN, Pengawas TPSLN/KSK, saksi-saksi peserta pemilu, hingga pemilih, semuanya mau dan mampu untuk berkoordinasi secara baik dan sehat. Ya, memang sempat ditemukan permasalahan yang merupakan efek domino dari kondisi tidak ideal yang telah dipaparkan pada bagian Pendataan dan Penetapan Daftar Pemilih, tapi dengan berbagai upaya dan koordinasi antarelemen secara bersama-sama, hal-hal tersebut tidak menjadi masalah besar.

Prosesi Pengangkatan dan Rapat Koordinasi PANWASLU LN dan Pengawas TPSLN/KSK Taiwan di ruang Multipurpose Hall lantai 6 KDEI Taipei.

Kesimpulan dan Saran Perbaikan
Dari uraian-uraian di atas, akhirnya bisa kami simpulkan bahwa permasalahan utama di Taiwan ada pada: 1) rasio jumlah WNI, yang merupakan terbesar kedua setelah Kuala Lumpur, dengan penyelenggara dan/atau pengawas pemilu. Harapannya agar ke depan dapat dipertimbangkan untuk penambahan personil PPLN maupun PANWASLU LN, tak hanya di Taipei tapi juga di Kaohsiung atau wilayah lainnya. Mengingat sangat sulit untuk menjangkau keseluruhan wilayah pengawasan di Taiwan dengan hanya 3 orang PANWASLU LN, apalagi dengan jumlah WNI yang sebegitu besarnya. 2) Adanya koordinasi yang baik antarelemen pemerintah yang memiliki kewenangan di bidang penetapan DP4LN, sehingga ke depan tidak ada lagi kendala-kendala serupa tahun ini yang bahkan data DP4LN tidak bisa sepenuhnya dimutakhirkan oleh Pantarlih dan PPLN Taipei karena memang justru proses pendataan baru lah yang mereka lakukan. Akibat data DP4LN untuk Taiwan yang sama sekali tidak valid dan reliable. 3) Keberadaan Pantarlih untuk wilayah Taiwan, yang kami sebutkan pekerjaannya terlalu tidak manusiawi, akan lebih baik jika ditambah personilnya lebih banyak lagi. Atau jika tidak memungkinkan untuk anggarannya, lebih baik dihilangkan saja, untuk selanjutnya, POKJA Pemilu LN dapat lebih mempertimbangkan penggunaan metode lain untuk coklit dan pemutakhiran data pemilih di Taiwan. 4) Sebagai tindak lanjut dari ketiadaan wilayah yurisdiksi Indonesia di Taiwan, akan lebih baik jika ke depannya baik penyelenggara maupun pengawas pemilu di luar negeri dapat merumuskan Undang-undang khusus Pemilu di Luar Negeri yang bisa menjangkau kebutuhan dan menghalau potensi pelanggaran secara preventif, lebih fokus, dan tidak hanya disematkan pada Undang-undang pemilu umum dalam negeri, yang bisa jadi tidak cocok jika diaplikasikan pada pelaksanaan pemilu di luar negeri.

Epilog
Semoga dengan adanya beberapa masukan ini akan dapat meningkatkan kualitas pengawasan pemilihan umum, terutama yang ada di luar negeri. Terlebih, jika sistem pemilihan umum serentak seperti di tahun 2019 lalu akan diterapkan lagi di tahun-tahun mendatang.

Disclaimer: tulisan ini hadir dari sudut pandang ex pengawas, yang notabene adalah perpanjangan tangan Bawaslu RI di suatu negara/entitas politik tertentu, demi suksesnya pesta demokrasi akbar Indonesia yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Akan tetapi, jika ada masukan-masukan, kritik, diskusi, dan apapun yang berhubungan dengan tulisan ini, harapannya dapat dilakukan secara konstruktif dan melalui forum yang baik, demi menghindari hadirnya komunikasi yang tidak ideal, seperti debat kusir misalnya.