Menyelami dunia bahan sepertinya tak akan pernah ada habisnya. Apalagi jika diulas dari berbagai sudut pandang. Seperti halnya ketika kita mengalihkan pandangan ke alat transportasi di sekitar kita. Tentunya roda adalah benda yang tak asing lagi. Otak langsung menangkap sinyal bahwa benda berbentuk silinder tersebut adalah hal penting untuk pergerakan kendaraan. Bahkan bisa dibilang komponen terpenting dari transportasi. Kira-kira bisa dibayangkan roda saat ini dengan ratusan bahkan ribuan tahun lalu seperti apa ya bedanya?
Sekilas mengulik sejarah
Sepertinya jika ditelusuri hingga 3500-4000an tahun sebelum Masehi roda pertama kali tidak digunakan sebagai alat pengangkut. Setidaknya hal tersebut berdasarkan penelitian arkeologis dan penanggalan karbon secara sains. Menurut Smithsonian Magazine, sebelum digunakan untuk alat pengangkut, pada 3500 tahun sebelum Masehi di Mesopotamia (sekarang sekitar Irak) sebagai alas pembuatan gerabah/tembikar (clay pottery). Setelah batu, diikuti dengan perkembangan bahan-bahan kayu, serta logam, hingga akhirnya bertransformasi menjadi polimer.
Pada paruh akhir abad ke-18, ada seorang natural-born engineer bernama Robert William Thomson (26 Juli 1822 – 8 Maret 1873) yang lahir di Stonehaven, ~26 km selatan Aberdeen, Skotlandia. Pada usianya yang ke-23, Thomson memiliki ide desain untuk ban pneumatic menggunakan sabuk karet berongga yang diisi udara dan diselubungi oleh kulit hewan. Paten milik Thomson menandai bahwa dia lebih dulu mengantongi paten dari Prancis (1846) dan Amerika (1847) sebelum John Boyd Dunlop mendaftarkan paten serupa pada sekitar 40 tahun berikutnya. Berikut adalah paten bernomor US5104A milik Thomson.
us5104a_thomsoncarriagewheelPerlombaan paten antara Thomson dan Dunlop tak berhenti di sana. Pada 1888, Dunlop mendaftarkan paten untuk ban sepeda pneumatic. Hingga akhirnya paten milik Dunlop berhasil menantang pendahulunya. Meski Thomson juga sempat menantang kembali paten milik Dunlop, akan tetapi Dunlop melakukan inovasi terus menerus dan memproduksi massal paten miliknya. Hingga sekarang Dunlop menjadi salah satu merek ban terkemuka.
Berbagai material roda
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa sistem roda dan ban mengalami berbagai macam transformasi bahan, diantaranya:
Roda berbahan batu
Ini adalah teknologi paling lama, bahkan bisa dibilang telah diciptakan jauh sebelum digunakan sebagai alat penunjang transportasi. Berbagai sumber menyebutkan bahwa silinder batu kuno memiliki pendekatan bahan yang mirip seperti batu giling (millstone). Terbuat dari batu pasir dan batuan vulkanik atau pyroclastic. Tentunya bahan-bahan tersebut tersusun atas aluminum oksida (Al-O), kalsium oksida (Ca-O), besi oksida (Fe-O), kalium oksida (K-O), magnesium oksida (Mg-O), natrium oksida (Na-O), dan berbagai turunan silikon oksida (Si-O), serta masih banyak lagi.
Woodwheel atau roda kayu
Bahan kayu dipilih karena relatif lebih ringan dan mudah dibuat dibandingkan batu. Jika dilihat pada presentasi milik Howie Baum (University of Cincinnati) di slide ke-5 sampai 7, ada dokumentasi menarik dari roda kayu. Baik yang menggunakan kayu bundar utuh dengan lubang poros maupun lempeng kayu bundar dengan velg yang juga berbahan kayu sebagai penghubung sisi roda dengan lingkaran poros tengahnya. Bahan utamanya jelas merupakan komposit alam yang terdiri atas selulosa, lignin, hemiselulosa, dan air. Selulosa berperan untuk memberikan strength (kekuatan), hemiselulosa berfungsi untuk mengikat serat-serat kayu, dan lignin merupakan perekat alami. Akan tetapi, untuk bahan kimia penyusunnya, untuk kayu kering secara umum terdiri atas sekitar 50% karbon (C), 6% hidrogen (H), 44% oksigen (O), dan beberapa bahan inorganik lain (minor, atau sangat kecil) seperti karbonat, silikat, fosfat, dan oksalat.
Roda kayu dengan pelindung
Ketika masa-masa manusia lebih sering berpindah, pada akhirnya roda kayu tidak terlalu tahan aus menghadapi permukaan jalan. Sehingga pada permukaan roda yang bersentuhan dengan jalan, diberikan pelapis. Pelapis yang berfungsi untuk melindungi roda biasanya berupa baja (Fe-C) atau juga karet alam (C-H), yang terdiri atas polyisoprene (isoprene sendiri memiliki struktur kimia CH2=C(CH3)−CH=CH2). Pelapis baja dipilih biasanya untuk kendaraan pengangkut saat perang zaman dahulu, demi menghindari kerusakan roda ketika tertembak musuh, hal tersebut bisa ditemui pada roda-roda pengangkut meriam.
Roda dari logam
Roda dengan material penyusun berupa logam biasanya ditemui pada kereta api dan tank, atau kendaraan tempur (Ranpur) lainnya. Pada kereta api, material roda tak jauh berbeda dengan bahan rel kereta api, meski pada praktiknya rel akan dibuat sedikit lebih wear resistant (tahan aus). Hal tersebut untuk menghindari kerusakan dini pada rel kereta api saat berkali-kali dilintasi roda kereta. Bahkan, dalam menentukan wear resistance dari rel dan roda kereta api, Jeff Tuzik, pada artikel berjudul Steel Hardness and Wear at the Wheel/Rail Interface: Perception vs Reality yang dipublikasikan di laman web Interface Journal, memaparkan bahwa ada perhitungan khusus agar kesetimbangan kebutuhan sifat bahan pada roda dan rel bisa tercapai. Meski materialnya relatif mirip-mirip, yaitu menggunakan baja karbon menengah hingga tinggi. Menurut Dimitrios Nikas dan timnya, industri kereta api masih menggantungkan pada bahan baja (Fe-C) dengan ~0.55% karbon karena merupakan kombinasi yang pas untuk kekuatan dan sifat tahan aus yang baik.
Sedangkan untuk tank dan roda ranpur lainnya, biasanya menggunakan rantai dan pelat roda berbahan baja. Ada juga yang menggunakan bantalan karet untuk mencegah gesekan antara roda dan rantai. Pada dokumen milik militer Amerika yang disusun oleh Victor H. Pagano (1968), sekilas dapat kita temukan bahwa material penyusun roda dan perlengkapan milik tank dan ranpur adalah terdiri atas baja karbon (Fe-C), paduan aluminum (Al), sedikit mangan (Mn), silikon (Si), bahkan juga paduan titanium (Ti). Tentunya bahan-bahan tersebut mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu sesuai kebutuhan lapangan.
Roda masa kini
Saat ini untuk bahan sistem roda (termasuk ban dan velg) telah mengalami berbagai transformasi. Ada bahan-bahan khusus yang ditambahkan pada roda-roda kendaraan. Untuk velg ada yang menggunakan material logam paduan. Bahan dasar utamanya baja (Fe-C) atau besi tuang (cast iron), aluminum (Al) dan magnesium (Mg). Lalu ada komposit berupa polimer dengan penguat serat karbon (carbon-fiber reinforced polymer, CFRP), komposit logam-polimer, dan masih banyak lagi. Selain itu untuk bahan ban luar, selain menggunakan karet alam ataupun juga karet sintetis, di dalamnya juga diberikan penguat berupa serat/kawat baja untuk lebih meningkatkan ketangguhan (toughness), menunjang fleksibilitas, serta meningkatkan ketahanan terhadap benturan. Sedangkan untuk bahan ban dalam, masih menggunakan karet alam yang lentur. Itu akan berfungsi sebagai wadah dari gas. Baik gas berupa udara di atmosfer (air) atau nitrogen (N2). Atau bisa juga paduan N2 dan air, dengan pengaturan jumlah oksigen (O2/oxygen adjustment).
Bahkan saat ini telah banyak ban-ban tubeless dengan kombinasi menggunakan velg dan ban luar saja dengan isi udara di tengahnya. Artinya lebih banyak menggunakan komposit logam dan karet untuk bahan bannya. Ada juga purwarupa (prototype) ban menggunakan komposit logam, karet berongga, polimer resin, tanpa perlu diisi udara. Tentunya menggunakan kombinasi bahan-bahan yang lebih kompleks dan harus didukung dengan arsitektur ban yang mumpuni.
Epilog
Wah, hanya dari sistem roda kendaraan saja, bisa terlihat seberapa besar ilmu material dan metalurgi berperan dalam kehidupan kita sehari-hari. Bisa dibayangkan bagaimana peran keilmuan tua nan futuristik ini untuk keseluruhan sistem transportasi? InshaAllah nanti akan kita bahas bersama satu per satu ya.
Leave a Reply