Pilihan jalan hidup menjadi peneliti adalah hal yang tak mudah. Mereka akan selamanya menjadi orang-orang yang harus selalu berpikir kritis. Mempertanyakan kenisbian ilmu pengetahuan serta mencoba hal-hal yang tak terpikirkan orang kebanyakan untuk membuka jalur manfaat baru di berbagai bidang. Dan karena eksklusivitas kegiatan yang mereka lakukan, sehingga masih banyak para peneliti keren yang dianggap hidup di atas menara gading. Mereka yang seharusnya mampu membumikan ilmu pengetahuan yang mereka temukan demi mencerdaskan masyarakat dengan personal branding yang dimiliki di bidang tertentu, terkadang justru belum mampu menguatkan kesan di masyarakat tentang apa yang sebenarnya mereka lakukan.
Titik bifurkasi antara show off vs. diseminasi
Tak jarang usaha yang dilakukan oleh para peneliti membangun personal branding, menjadikan diri mereka diakui dan memiliki pengaruh, dikaburkan aktivitas “hanya ingin menunjukkan”. Setelah melakukan publikasi, menyebarkan tautan jurnal hasil publikasi, and done! Tanpa ada penjelasan lebih lanjut mengapa publikasi itu harus ada. Apalagi tentang apa latar belakang lahirnya ide tersebut, apa manfaat aktivitas riset bagi ilmu pengetahuan, serta apa yang bisa didapatkan masyarakat (baik jangka pendek, menengah, atau panjang) dari hasil tersebut.
Sehingga, yang tertangkap oleh radar masyarakat yang mengenal diri mereka dari konten-konten ilmiah yang dibagikan justru disalah pahami sebagai ajang pamer belaka. Alhasil, tujuan mulia yang menjadi arah gerak para peneliti untuk kemanfaatan akan mengalami distraksi dan bahkan kabur tak terbaca.
Wujud konkret personal branding bagi peneliti
Disadari atau tidak, tujuan utama dari personal branding para peneliti adalah kemanfaatan berkelanjutan. Lewat personal branding yang kuat, seorang peneliti akan menjadi top of mind di benak/pikiran masyarakat ketika membahas tentang keilmuan yang digeluti. Sebagai gambaran umum, Bapak Alm. B. J. Habibie akan selamanya menjadi orang yang pertama kali diingat ketika masyarakat Indonesia berbicara tentang pelopor pembuatan blueprint pesawat pertama karya Indonesia. Atau Bapak Alm. Bambang Prihandoko akan menjadi salah satu orang yang dikenal sebagai pelopor inovasi baterai Li-ion “Merah Putih” melalui paten-paten strategisnya. Dan masih banyak lagi contoh-contoh serupa lainnya.
Hadirnya nama mereka di dalam memori masyarakat ketika mereka mengingat sebuah permasalahan dan kebutuhan akan solusi dari masalah yang berkaitan dengan latar belakang penelitian mereka adalah wujud konkret dari kemanfaatan berkelanjutan yang ingin dicapai.
Mari membangun personal branding!
Disclaimer: Dalam hal ini, jangan pernah menyamakan jenis personal branding bagi para peneliti dengan bidang-bidang lain kebanyakan. Indikator dari keberhasilan tercapainya personal branding yang kuat bagi para peneliti tak dapat ditinjau dari banyaknya follower/subscriber/connection/dll. Karena jika parameternya seinstan itu, maka kita tak pernah bisa menilai kualitas peneliti dengan valid. Bisa dicari, berapa banyak peneliti hebat dan andal, yang bahkan penyampaian informasi tentang keilmuannya sefasih dan seluwes komika stand up comedy pun follower/subscriber/connection mereka masih ‘tipis-tipis rispek’.
Berikut adalah langkah-langkah membangun personal branding bagi para peneliti:
- Perkenalkan hasil riset secara sederhana: karena tanpa penyampaian yang sederhana, informasi kompleks akan tetap kompleks dan “tidak terkunyah”.
- Terangkan bidang penelitian secara top-down: tak pernah ada yang namanya pertanyaan bodoh, yang ada hanyalah keterbatasan ilmu dari para penjawabnya. Jadi, jika ada yang bertanya tentang penelitian yang dilakukan, sebisa mungkin terangkan masalah umumnya, baru perlahan-lahan diskusikan hal-hal khususnya.
- Buka kesempatan diskusi dan pemberian umpan balik: jika ada yang bertanya, mari membiasakan untuk jangan menjawab dengan sekali smash! Tawarkan pertanyaan terbuka pada mereka yang bertanya, apakah masih butuh diterangkan sekali lagi atau ada pertanyaan lanjutan.
- Konsisten adalah kunci: tak perlu ragu untuk selalu menggaungkan bidang ilmu yang sedang diteliti dimanapun. Tentunya tak terkecuali di media sosial, grup percakapan keluarga, bahkan tongkrongan sekalipun. Jangan pernah ragu untuk menjadi pemantik diskusi di topik-topik terkait. Tentunya dengan etika dan perspektif yang tidak menggurui.
- Membiasakan diri dengan debat yang berdasar: beda pendapat bisa saja terjadi, karena ilmu itu nisbi. Apa yang diyakini benar saat ini bisa menjadi salah di sudut pandang lain, atau bahkan di masa yang akan datang.
Epilog
Dari sintesis poin-poin itulah Materials Chat Room (MATCHA ROOM®) hadir untuk membumikan ilmu Teknik Material sejak tahun 2018 via #KotakAjaib Web Page hingga akhirnya menghadirkan lanjutan bentuk diseminasi keilmuan melalui registered trademark webcast di YouTube sejak 2020.
Jika kami dengan latar belakang keilmuan tua nan futuristik seperti Teknik Material/Metalurgi/Ilmu Bahan/keilmuan terkait lainnya saja bisa dan berani memulai membangun personal branding dengan cara-cara di atas (dan mungkin akan berlanjut dengan cara kreatif lainnya), rasanya bidang-bidang penelitian lain pun akan mampu melakukan hal serupa, atau bahkan lebih baik lagi dari yang telah MATCHA ROOM® upayakan.
Selamat ber-fastabiqul khairat bagi para peneliti Indonesia dimanapun berada!
Leave a Reply