Peran Material Research Society dalam Mendukung Proyek Riset Nasional

Akhir-akhir ini bumi Nusantara digegerkan dengan kabar tentang dunia perbateraian. Mulai dari action plan pemerintah yang melakukan ground-breaking kawasan industri baterai terbesar di Indonesia (Indonesian Morowali Industrial Park, Morowali, Sulawesi Tengah) pada 2019. Berlanjut ke pembentukan Battery Holding Indonesia. Terdiri dari pemain-pemain “besar” seperti Pertamina, Aneka Tambang (ANTAM), PLN, dan MIND ID, yang nantinya akan meng-handle road map pengembangan baterai Indonesia.

Beberapa ulasan tentang hal-hal di atas bisa dibaca langsung di artikel sebelumnya, atau artikel lain yang terbit di GNFI. Nah, kali ini kita akan coba ulas sedikit tentang topik tersebut lewat sudut pandang lain, yaitu dari sisi perencanaan besar dari Material Research Society of Indonesia (MRS-INA).

Sebelumnya, mari kita kenali dulu apa itu MRS-INA.

Organisasi berupa Perkumpulan Masyarakat Riset Material-Indonesia, atau secara internasional lebih dikenal dengan MRS-INA, diinisiasi sejak 15 April 2011. Akan tetapi baru terdaftar ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tahun 2017. MRS-INA memiliki tujuan untuk menggaungkan aktivitas riset potensial Indonesia ke kancah internasional, baik melalui forum-forum ilmiah maupun karya lainnya. Selain itu, MRS-INA juga aktif dalam menjalin koneksi dengan para periset dan saintis material di luar negeri. Sebagai representatif dari International Union of Material Research Society (IUMRS), tentunya MRS-INA juga terus berupaya memberikan edukasi dan melatih kemampuan para peneliti muda Indonesia. Sehingga, dengan bekal pengetahuan tentang material dan karakterisasi yang mumpuni, nantinya para materials scientist Indonesia bisa lebih siap untuk bersaing di kancah global.

Oh iya, ada fun fact lain nih! Momentum diumumkannya MRS-INA sebagai anggota IUMRS diselenggarakan saat General Assembly di Kyoto, Jepang pada tahun 2017. Indonesia, yang saat itu mengajukan diri bersama Malaysia, Thailand, dan Vietnam, harus menjalani voting untuk penerimaan keanggotaan IUMRS. Hasilnya, di tahun tersebut hanya dua negara yang berhasil menjadi anggota IUMRS, yaitu Indonesia dan Thailand.

“Jadi kita itu kakak-beradik sama Thailand. Sampai sekarang (hubungan) kami cukup bagus lah dengan Thailand,” imbuh Prof. Dr.rer.nat. Evvy Kartini, Presiden MRS-INA.

Material Research Society of Indonesia, yang merupakan anggota dari International Union of Materials Research Society (IUMRS).

Berbicara tentang keilmuan Material yang begitu luas, multidisciplinary research, dan bisa dibilang melingkupi hampir semua ilmu-ilmu keteknikan lainnya, because no engineering without materials, MRS-INA adalah induk utamanya di Indonesia. Tentunya, sebagai induk, MRS-INA terbuka untuk melaksanakan kolaborasi dan kerjasama dengan berbagai perkumpulan serta society lain yang berkaitan dengan Material di Indonesia.

Nah, apa hubungannya MRS-INA dengan gonjang-ganjing perbateraian Indonesia?

Menurut Prof. Evvy, “Materials are too wide, sehingga kita perlu untuk mencari fokusan kecil dulu untuk dikembangkan. Bukan berarti bidang material yang lain tidak penting, tapi untuk saat ini yang sedang menjadi concern adalah material untuk aplikasi energi (terutama energy storage materials)”. Sehingga, sebagai first milestone, MRS-INA merintis National Battery Research Institute (NBRI).

NBRI diusulkan oleh pihak-pihak yang tergabung dalam konsorsium-konsorsium baterai di Indonesia, termasuk di dalamnya ada BATAN, LIPI, B4T Kemenperin RI, dan beberapa kampus-kampus ternama seperti UI, ITB, ITS, UNS, dll. Gayung bersambut, usulan tersebut direalisasi saat International Conference on Advance Materials and Technology 2019 (ICAMT 2019) di Sentul, Bogor. Dalam event yang dirancang bersama dengan para peneliti dari Swedia, Portugal, Australia, Jepang, Korea, Tiongkok, Taiwan, Malaysia, dan Singapura tersebut, NBRI di-launching untuk pertama kalinya.

NBRI menjadi center of excellence & innovation in battery and renewable energy.

Prof. Evvy berpendapat bahwa peneliti/saintis, industri, dan pemerintah harus bersatu untuk menciptakan kemandirian energi di Indonesia. Dan NBRi ini adalah spin-off dan perpanjangan sayap dari MRS-INA untuk bidang energy storage materials, terutama baterai dan energi terbarukan. Masih dalam semangat yang sama, akhirnya Prof. Evvy & Prof. Alan Drew bersama tim melakukan apply ke The Global Challenges Research Fund (GCRF) – UK, sebagai upaya establishing NBRI.

Hingga akhirnya di tahun 2020 NBRI diresmikan sebagai foundation atau yayasan yang menjadi center of excellence & innovation in battery and renewable energy. Sehingga dapat disarikan bahwa tujuan utama dari NBRI ini adalah untuk nurturing Indonesian scientist terutama generasi muda, lewat pelatihan, focus group discussion (FGD), forum ilmiah, pemberian konsultasi, dsb.

“Bahkan bersama dengan Battery Holding Indonesia, kami juga sudah mengadakan FGD yang menghadirkan para CEO dari Pertamina, ANTAM, PLN, dan MIND ID. Jadi kami (NBRI) tidak berpatok pada ‘katanya-katanya’. Tujuannya agar apa yang kami usahakan bisa sinergis dengan pergerakan riset nasional,” terang Prof. Evvy.

Untuk saat ini, NBRI bekerja sama dengan BATAN dan berbagai institusi baik pemerintahan, industri, maupun kampus-kampus di Indonesia sedang mencoba untuk membagi peran dalam pembuatan baterai. Upaya tersebut dieksekusi dengan membuat kelompok-kelompok kecil. Satu kelompok mengembangan sintesis bahan-bahan dasar (raw material) berupa bijih nikel, mangan, dan kobalt, untuk diekstrak dan dijadikan precursor paduan Ni-Mn-Co. Kelompok yang lain sedang mencoba untuk melakukan percobaan charge-discharge dengan menggunakan bahan-bahan anoda dan katoda berbasis bahan-bahan dalam negeri. Ada juga tim yang berperan untuk mengembangkan optimasi elektrolit dan additive untuk baterai Li-ion, terutama yang berbasis NMC. Bahkan ada juga tim khusus yang bertugas untuk melakukan penghitungan nilai ekonomis dan strategi pemasaran baterai ketika nanti telah siap untuk dipasarkan.

“Apapun yang dilakukan (oleh NBRI) sekarang, harapannya bisa membawa Indonesia untuk tidak hanya menjadi pasar baterai, tapi juga menjadi pemain dalam pembuatan baterai berbasis Li-ion. Baru setelah Indonesia bisa menguasai teknologinya secara menyeluruh, mau dibawa ke arah manapun penelitian lanjutannya beserta proyek komersialnya, para peneliti dan industri kita sudah siap!” ujar Prof. Evvy optimis.

Note:
Bagi peneliti yang berminat untuk bergabung sebagai anggota NBRI, bisa mendaftarkan diri di tautan ini ya.

*Seluruh isi artikel ini disarikan dari diskusi daring Materials Chat Room (MATCHA ROOM) sesi ke-16. Bagi yang ingin menyaksikan/mendengar diskusi lengkapnya silakan menuju tautan ini.

2 Responses

  1. Evvy Kartini

    Mas Ozha , thanks buat summary artikelnya.
    It’s great.
    Kita terus kolaborasi.

    Salam,
    Prof. Evvy Kartini
    Founder NBRI
    President MRS-INA

    • Ozha Hernandha

      Thank you Prof. Evvy Kartini, selamat beraktivitas.

      Salam sukses…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *