Pengenalan Singkat “Karbon” dan Potensinya untuk Indonesia

Rasa-rasanya tak ada unsur yang mampu menandingi pentingnya unsur yang satu ini. Karbon (carbon) namanya. Bahkan, unsur organik yang memiliki lambang C di tabel periodik ini menempati posisi kedua dalam rata-rata komposisi unsur terbesar di dalam tubuh manusia (sekitar 19 persen massa). Jadi, bisa dibayangkan kan, tanpa adanya unsur ini akan jadi seperti apa kehidupan kita. Nah, kali ini mari kita akan ngobrol ringan tentang si Karbon ini. Dari mulai klasifikasinya, pembuatannya, hingga aplikasi penting yang mungkin bisa jadi inspirasi riset untuk para saintis dan materials engineer di Indonesia.

Halo wise reader, kayanya udah lama nggak bikin artikel-artikel yang nyerempet ke material di sini. Terakhir kita ngobrolin tentang teknologi wireless charging kan ya? Lewat artikel ini aku mau membahas salah satu unsur paling penting di jagat raya, yaitu karbon. Oh iya, untuk sumber-sumber yang dipakai untuk mendukung tulisan ini akan kusebar di tautan-tautan yang ada di beberapa kata kunci. Jadi kalau kalian penasaran sama salah satu kalimat, silakan saja langsung menuju tautan yang kusematkan.

Arang yang sedang dibakar, Photo by Armando Ascorve Morales on Unsplash

Sejak kecil kita menemui benda-benda berbahan dasar karbon. Entah disadari atau tidak, alotropi (allotrophy) dari material berbahan dasar unsur karbon itu sangat beragam. Ada grafit, yang sejak kecil telah kita gunakan sebagai alat tulis. Lho, kok alat tulis? Iya, karena salah satu jenis grafit diaplikasikan sebagai core pengisi dari pensil berkayu yang kita pakai untuk belajar menulis di masa kecil. Bahkan, untuk pensil mekanik yang isinya sering kita beli di supermarket dengan bentuk rod kecil berukuran 0.5, 0.8, 1, 2, dan lain sebagainya, itu juga terbuat dari salah satu jenis grafit. Lalu ada juga arang (charcoal) yang biasanya terbuat dari tumbuh-tumbuhan berkayu yang hangus terbakar atau sengaja dibakar, yang selanjutnya dimanfaatkan untuk alat pembakaran ketika pesta barbecue. Dan yang paling mahal (nggak sering ditemui sehari-hari sih) ada satu material berbahan dasar karbon yang bernama berlian (diamond). Pembuatan dari material ini sendiri pada mulanya hanya dapat dilakukan secara alami, melalui proses panjang, tekanan tinggi, dan temperatur yang sangat tinggi, itulah yang menyebabkan varian material karbon ini menjadi mahal. Meski saat ini telah ditemukan teknologi pembuatan berlian secara tak alami.

Dari gambaran awal tadi, kira-kira apa sih yang membedakan jenis-jenis material karbon tersebut? Padahal unsurnya sama, karbon, pembuatannya sama, rata-rata dengan pembakaran bahan organik semacam kayu, fosil-fosil makhluk hidup, dll. Lalu apa bedanya?

Kata kuncinya ada di alotropi. Ketika kita ingin mendefinisikan tentang alotropi, aplikasi dari istilah ini tidak hanya terjadi di karbon, akan tetapi bisa saja dialami oleh bermacam-macam unsur, paduan, dan sebagainya. Alotropi bisa berupa perbedaan jenis fasa, prosentase paduan fasa, yang disebabkan oleh perbedaan kristal. Sebagai contoh, mari perhatikan gambar yang dikutip dari buku berjudul Advanced Materials Science and Engineering of Carbon yang disusun oleh Inagaki, M.; Kang, F.; Toyoda, M.; Konno, H. (2014) berikut ini,

Jika kalian bingung dengan apa itu 2s, 2p, sp, ?, dan sebagainya, abaikan saja, untuk mempermudah pemahaman silakan baca tulisannya saja. Tapi jika latar belakang kalian adalah penyuka kimia dan fisika, silakan dipelajari lebih lanjut tiap-tiap huruf dan istilah di gambar ini secara lebih detail.

Di gambar tersebut, klasifikasi dari karbon secara ringkas dibedakan dari orbital-orbital di mana ikatan karbon terbentuk (karena tujuan tulisan ini adalah untuk pemula, jadi nggak terlalu detail untuk penjelasan terkait orbital ini ya). Singkatnya karbon dibedakan menjadi “keluarga” berlian (diamond), grafit yang kristalnya planar (datar), karbon nanotubes yang terdiri atas beberapa jenis (ini merupakan transisi dari planar ke curved), dan fullerenes yang kristalnya curved (lengkung), lalu juga ada jenis lain yang bernama carbyne. Dan berbagai macam klasifikasi-klasifikasi lain yang bisa kalian temukan di berbagai sumber. Karena pada dasarnya ada juga klasifikasi karbon (khususnya yang berasal dari keluarga grafit) berdasarkan berat jenisnya.

Sudah mulai pusing? Oke, kita nggak akan terlalu detail kok, jadi mari dihentikan dulu pusingnya.

Setelah kita tahu beberapa klasifikasi dari karbon, selanjutnya kita perlu juga mengetahui secara umum bagaimana sih cara pembuatan material berbahan dasar unsur karbon.

  1. Pyrolysis
  2. Peel off
  3. Advanced Methods

Untuk metode pertama, ini adalah cara paling sederhana. Pyrolysis secara sederhanya juga dikenal dengan metode pembakaran, akan tetapi yang paling tepat penyebutannya untuk pembuatan material berbahan dasar unsur karbon adalah “pemanasan dengan temperatur tinggi”. Tujuan dari pyrolisis ini adalah untuk menghilangkan kandungan air dan juga bahan-bahan organik (C-O) lainnya sehingga karbon dapat terbentuk secara utuh. Ada berbagai macam variasi temperatur dalam pembuatan karbon menggunakan metode ini. Bisa dengan variasi temperatur holding, atau juga dengan temperatur multistage dengan memperhatikan ketahanan temperatur dari jenis-jenis bahan organik yang akan dipanaskan, atau bisa jadi dengan memperhatikan jenis bahan organik apa yang ingin diubah menjadi karbon tanpa melakukan perubahan temperatur.

Untuk metode kedua, ini terjadi pada material berbahan dasar unsur karbon 2 dimensi. Contohnya adalah grafin (graphene). Material ini dibuat melalui metode yang tidak disengaja, yaitu dengan menempelkan selotif ke permukaan grafit dan mencabutnya. Alhasil, grafin pun ditemukan, menjadi salah satu material berbahan dasar unsur karbon paling fleksibel dengan kemampuan menahan beban tekan yang lebih kuat dibandingkan grafit. Meski untuk saat ini, telah banyak juga metode-metode lain yang dapat dimanfaatkan untuk membuat grafin dengan kualitas yang lebih baik.

Ketiga, jenis metode ini tak perlu dijelaskan terlalu detail ya, karena metode-metode advanced dalam pembuatan material berbahan dasar unsur karbon bisa kalian temukan di penelitian-penelitian terkini. Kalian cukup mengetikkan beberapa kata kunci semacam microwave heating, chemical vapor deposition, supercritical liquid method, polymer sputtering, dan masih banyak lagi.

Nah, terakhir kita akan membahas beberapa aplikasi dari material berbahan dasar unsur karbon. Di Indonesia, bahan dasar untuk karbon ini sangatlah berlimpah. Sehingga penting untuk para peneliti mengetahui bagaimana prospek ke depan untuk bahan sederhana, tapi memiliki manfaat keren, semacam karbon ini. Material berbahan dasar unsur karbon sejauh ini menjadi primadona untuk membuat alat-alat ringan tetapi kuat dan tangguh. Dari mulai body mobil, rangka sepeda angin, rangka untuk raket tenis dan bulutangkis, dan lain sebagainya. Itu dari segi manufaktur alat-alat. Berbeda lagi ketika kita meninjau aplikasi bahan ini dari segi manfaatnya di bidang tekstil. Carbon fabric atau yang biasa dikenal dengan kain/lembaran-lembaran produk hasil pintalan benang karbon, juga menjadi pionir dalam menciptakan teknologi masa depan. Masker antikuman, antibakteri, dan bahkan antivirus, bahan penyaring udara maupun air dengan teknologi pori-pori nano berbahan serat karbon, bahkan hingga baju antipeluru berbahan dasar serat karbon juga telah dikembangkan.

Salah satu contoh aplikasi material berbahan dasar unsur karbon, Photo by Franck V. on Unsplash

Selain itu, mencoba sedikit bergeser ke aplikasi lainnya, ternyata material karbon juga memiliki kegunaan yang penting di bidang energy storage. Masih ingatkah kalian dengan artikel tentang cerita unik di balik charge-discharge baterai? Grafit berperan sebagai anoda baterai-baterai di pasaran. Atau dengan kata lain, merupakan bahan state of the art yang menjadi benchmarking para peneliti dalam membuat desain anoda baterai di masa depan. Karena kestabilan dari grafit dalam menerima ion lithium dan menyimpannya sebagai pemantik energi yang dialirkan melalui current collector. Bahkan, hingga saat ini, riset untuk mengembangkan material anoda baru pada Lithium-ion Batteries (LIBs) pun masih bergantung pada karbon sebagai bahan penunjang surface layer coating untuk menciptakan kestabilan volume expansion. Selain itu, bahan sederhana semacam activated carbon juga menjadi penopang utama dalam menunjang majunya industri superkapasitor (termasuk di dalamnya electric double layer capacitor/EDLC).

Hal ini sejalan dengan salah satu poin harapan yang dihasilkan dari diskusi para diaspora Indonesia di Taiwan yang menggeluti bidang material, yang tertuang dalam artikel yang diterbitkan di website ITS dan GNFI. Perlu adanya upaya dan sinergi antarpeneliti dan pelaku industri di Indonesia untuk berfokus pada industri karbon. Berlimpahnya bahan baku karbon yang dimiliki Indonesia menjadi salah satu titik untuk mengawali pemikiran tersebut.

Salah satu contoh sumber karbon yang sangat berlimpah di Indonesia, Photo by Sri Lanka on Unsplash

Limbah pohon kelapa, limbah pabrik kertas, limbah perkebunan, limbah industri kayu, dan masih banyak lagi limbah-limbah yang kaya akan sumber karbon di Indonesia, seharusnya menjadikan Indonesia mampu untuk berkreativitas dalam menciptakan teknologi tersebut. Jika Indonesia mampu berdikari dalam bidang teknologi karbon, tentunya akan banyak sekali negara-negara yang melirik untuk menjadi pasar produk-produk karbon dari Indonesia. Karena pada dasarnya, kebutuhan akan recycle karbon di seluruh dunia menjadi penting dan menjanjikan untuk saat ini. Sebagai contoh, serat karbon pun baru-baru ini berusaha untuk didaur ulang dalam menjangkau efisiensi energi dan juga memanfaatkan bahan-bahan yang telah dibuat sebelumnya, agar dapat dimanfaatkan kembali dengan kualitas yang relatif tidak berubah.

Indonesia bisa jadi belum butuh untuk melakukan recycle karbon, karena Indonesia punya bahan dasar karbon yang berlimpah. Hanya saja, kemampuan teknologi industri di Indonesia dalam menunjang pengetahuan yang telah dimiliki para saintis dan engineer Indonesia, untuk menciptakan atmosfer industri maju (advanced) bermodalkan material sederhana dan berlimpah semacam karbon, belum banyak dikembangkan. Ini potensi besar dan penting untuk pengembangan salah satu sisi riset yang dimiliki Indonesia. Untuk urusan sumberdaya manusia pun sebenarnya tak perlu diragukan lagi, karena Indonesia punya banyak orang pintar dan hebat dalam berinovasi.

Jadi, apa yang jadi penghambat kita?
Siapkah kita menjadikan Indonesia rumah bagi para petani karbon masa depan?
Mari kita jawab bersama-sama!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *